Ketika Gempa tsunami di Aceh pada tahun 2004, seorang gembala gereja Di Sumatera mengajak jemaat untuk berdonasi. Seorang ibu pun berdoa, kiranya ada yang dapat ia donasikan. Sepulang dari gereja, ia menemukan sebiji anting di jalan. Saat itu jalanan sepi, tidak ada orang yang berjalan baik di depan atau belakangnya. Singkat cerita, Ibu ini menjual dan memberikan hasilnya ke donasi.
Setiap kita tentu memiliki kesaksian tentang cara Tuhan mencukupi. Bukan hanya menjadikan ada, tapi juga membuat yang ada menjadi cukup. Ya, rasa cukup inilah yang merupakan sebuah mujizat juga.
Bangsa Israel pernah mengeluh karena tidak ada makanan, lalu Tuhan menurunkan Manna. Mengeluh lagi karena tidak ada daging, maka Tuhan memberikan daging. Ternyata masih belum cukup juga untuk bersyukur. Hingga ada yang mati dengan daging yang masih berda di mulut mereka.
Bilangan 11:32-33 (ILT3)
Dan, bangkitlah bangsa itu sepanjang hari itu dan sepanjang malam itu dan sepanjang hari esoknya, dan mereka mengumpulkan burung-burung puyuh itu, setiap orang sedikitnya mengumpulkan sepuluh homer. Dan mereka kemudian menyebarkannya untuk mereka sendiri di sekeliling perkemahan.
Daging itu masih ada di antara gigi mereka, belum dikunyah, maka murka YAHWEH menyala kepada bangsa itu. Dan YAHWEH memukul bangsa itu dengan tulah yang sangat dahsyat.
Rasa cukup ini membuat mujizat menjadi sebuah hal yag berharga. Bahkan hal kecil yang Tuhan lakukan akan tampak indah ketika hati ini pernah rasa cukup dan bersyukur.
Rasa cukup inilah yang dipelajari Abraham dalam beriman. Dalam Kejadian 17:1-2,
Ketika Abram berusia sembilan puluh sembilan tahun, YHWH menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya, “Akulah El-Shadday, hiduplah di hadapan-Ku dan jadilah sempurna.
Dan Aku akan membuat perjanjian antara Aku dan engkau, dan Aku akan membuat keturunanmu sangat banyak.”
Tuhan memperkenalkan diri sebagai El-Shaddai kepada Abraham, dan kemudian berjanji untuk membuatnya menjadi ayah dari banyak bangsa. Rashi melihat janji ini sebagai tanda bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhan Abraham dan keturunannya.
Setelah selama ini mungkin kita hanya mengetahui El-Shaddai sebagai Tuhan Maha Kuasa, hal ini bertambah menarik ketika ke-Maha Kuasa-an Tuhan yang akan mencukupi kita..
“Lebih baik satu genggaman dengan ketenangan daripada dua genggaman dengan jerih payah dan mengejar angin.” (Pengkotbah 4:6)
Kiranya kita tidak perlu kuatir berkepanjangan dan tidak lagi membandingkan diri dengan harta orang lain. Yang ada nanti malah jadi stres dan kehilangan waktu untuk menikmati berkat Tuhan dengan tenang.
1 Timotius 6:6-10 (ILT3)
Tetapi, kesalehan dengan rasa cukup, itu adalah alat penghasilan yang besar.
Sebab, kita tidak membawa apa pun ke dalam dunia, jelaslah bahwa kita pun tidak berkuasa untuk membawa sesuatu ke luar.
Dan, selagi memiliki makanan dan pakaian, kita akan dicukupkan dengan hal-hal itu.
Namun, mereka yang hendak menjadi kaya, mereka jatuh ke dalam pencobaan dan jerat dan berbagai hasrat yang bodoh dan yang melukai, yang menenggelamkan manusia ke dalam kehancuran dan kebinasaan.
Sebab akar segala yang jahat adalah cinta uang, yang ketika beberapa orang mendambakannya, mereka telah disesatkan dari iman dan telah menyiksa dirinya sendiri dengan berbagai kepedihan.
Menabung dan bijak mengatur keuangan tentu diperlukan juga. Dan ketika kita mengatur keuangan kita, aturlah dengan rasa syukur dan berterima kasih bahwa Tuhan telah mencukupi hingga saat ini.
Tuhan yang mencukupi Abraham di Padang Gurun, juga Tuhan yang akan mencukupi kita, El-Shaddai.
Amin.