January 16, 2022

Metaverse

Metaverse

Kitab Daniel berisi banyak rahasia dan nubuatan tentang akhir zaman (Daniel 12: 4). Karena itu. kita perlu belajar dari gaya hidup Daniel. Sebab dia adalah orang Yahudi yang tinggal di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Tuhan, tetapi bisa mempertahankan imannya.

Menara Babel (Kejadian 11: 1-8)   

Babel dalam bahasa Ibrani berarti confusion (kekacauan/ kebingungan), sedangkan dalam bahasa Babylonian/ Akkadian berarti gate of God (gerbang Elohim). Apakah menara babel ini sungguh nyata atau hanya mitos? Semua yang tertulis di Alkitab itu nyata. Banyak temuan arkeolog dan catatan sejarah, bekasnya masih dapat ditemukan.

Yang mendirikan menara Babel adalah Nimrod (Kejadian 10: 8-10). Josephus mencatat bahwa Nimrod melakukan pemberontakan terhadap otoritas Elohim dengan mendirikan imamat dan kerajaan yang meniru aturan Elohim dan membuat umatnya jatuh dalam dosa. Menara Babel didirikan di tanah Sinear, artinya negara di antara dua sungai, yaitu Efrat dan Tigris (Kej. 11: 2, band. Kej. 2: 14; sekarang Irak). Ketinggian menara ini ada beberapa versi: The book of Jubilees mencatat sekitar 2.484 m (3x lebih tinggi dari Burj Khalifa), Etemenanki (menara Ziggurat, tempat pemujaan bangsa Mesopotamia untuk beribadah dan menjadi tempat untuk membawa yang “ilahi” turun ke bumi) sekitar 91 m, kitab Barukh sekitar 211,8 m, dan menurut Orosius lebarnya 23 m dan tingginya 91 m. Menara Babel dibangun sekitar 1757 AM (band. Kejadian 10: 25).

Mengapa menara Babel dibangun?

  1. Babel sebagai tempat perlindungan dari air bah

Josephus menulis alasan utama Nimrod adalah untuk mempunyai bangunan yang cukup tinggi agar mencegah dari bencana air bah (band. Kej. 8: 21; 9: 11). Secara implisit, Nimrod tidak percaya, tidak bertobat, dan dengan usaha sendiri untuk menyiapkan dan menjamin keselamatan manusia. Menara Babel merupakan lambang pemberontakan atas otoritas Elohim dalam hidup manusia.

  1. Babel untuk meraih Elohim (Kej. 11: 1)

Dalam Amp, heaven, sedangkan dalam OJB, shomayim. Kita tahu bahwa surga adalah tempat Elohim bertakhta. Saat itu mereka percaya bahwa surga berada langsung di atas bumi, sehingga mereka berusaha meraih Tuhan dengan membangun menara yang tinggi. Ini juga bertujuan untuk melakukan “balas dendam” terhadap Tuhan yang sudah menenggelamkan manusia dengan air bah. Mereka juga mencurigai Tuhan merancang yang jahat, lalai akan janji-Nya, dan akan menghukum dengan air bah lagi. Alasan lain, karena ingin membangun “taman Eden” baru (disebut Utopia) dan menjadi “tuhan” di sana.

Sejarawan Alexander Hislop menyimpulkan bahwa Babylon dibangun oleh “Bel” (nama lain Kush) dan anaknya, Ninus (Nimrod) sebagai penguasa pertamanya, orang yang perkasa, dan memiliki hubungan dengan Nephilim (fallen angel/ malaikat jatuh yang mengawini anak manusia, sehingga lahirlah raksasa-raksasa) yang merupakan aktor di balik kerusakan manusia sebelum air bah. Nimrod menjanjikan restorasi kenyamanan dunia, seperti sebelum air bah terjadi. Padahal di hadapan Tuhan itu jahat.

Nimrod menjadikan dirinya sesembahan (dewa), dalam budaya Sumeria disebut Tammuz, yang menikahi Semiramis, dewi kesuburan (disebut juga Ishtar, Astarte, Asthoreth, Artemis, Isis, dan Diana). Jadi, menara Babel merupakan upaya manusia untuk menyaingi Elohim dengan menciptakan dunia yang dianggap lebih baik dari ciptaan Elohim.

  1. Babel untuk kemasyhuran dan kebanggaan

Nimrod membangun Babel supaya dapat menunjukkan keperkasaannya sebagai monumen kebanggaannya, sehingga akan dikenang dan disembah dari generasi ke generasi. Artinya, menara babel merupakan upaya untuk menjadi masyhur dan meninggalkan legacy untuk generasi berikutnya.

  1. Babel menyatukan kekuatan melawan perintah Elohim

Mereka dengan sengaja tetap tinggal di suatu tempat. Tindakan ini berlawanan dengan perintah Tuhan kepada Nuh (Kejadian 9: 7, Amp). Mereka tidak mematuhi perintah Elohim untuk memenuhi bumi dan menetap di dataran Sinear yang subur (di tepi sungai Efrat dan Tigris). Menara itu sebagai batas untuk tinggal di daerah sekitar. Jadi, menara Babel merupakan upaya untuk mengubah rencana yang telah ditetapkan Tuhan bagi umat manusia (identitas/ sifat alamiah manusia).

Metaverse, a new modern Tower of Babel?

Metaverse adalah seperangkat ruang virtual yang diciptakan untuk dapat dijelajahi (connected) dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama. Orang dapat bekerja, bertemu, bahkan bermain dengan menggunakan headset virtual reality (VR), kacamata AR (Augmented Reality), aplikasi ponsel pintar, dan perangkat lainnya. Ini sebuah dunia baru yang akan mengubah perilaku manusia secara signifikan.

Metaverse menawarkan dunia baru, memberikan kebutuhan akan kasih sayang bahkan mampu memberikan hidup abadi dengan memindai kesadaran kita ke dalam media digital, sehingga kita bisa selamanya tinggal di dunia metaverse. Sistem ini juga memberikan kemampuan untuk mencipta (berperan sebagai tuhan) dan mengatur diri sendiri sesuai dengan apa yang kita inginkan. Babylon modern lebih besar daripada yang bisa dibayangkan oleh mereka yang memegang kekuasaan ini. Namun, tujuannya masih sama, yaitu untuk melawan Tuhan dan memutus tujuan Tuhan dalam kehidupan manusia. Suka tidak suka sistem ini akan menguasai dunia.

Apa persiapan kita sebagai orang percaya?

  1. Gambaran (image) yang Tuhan ciptakan akan berhadapan dengan gambaran meta. Gereja harus menjadi tempat terakhir yang bisa menerima kita apa adanya.
  2. Melakukan kebajikan di dunia tanpa wujud. Sebagai murid Kristus kita perlu menolak koneksi digital yang terus-menerus, sehingga secara sengaja membentuk suatu komunitas yang antisosial, yang melawan kodrat manusia.
  3. Melihat keterbatasan kita sebagai anugerah (2 Korintus 12: 9). Sebab metaverse memberikan kita kesempatan untuk mengalami sekilas kekuatan yang hanya dimiliki oleh Tuhan (omniscient, omnipotent, omnipresence).

Kesimpulan

Menara Babel di masa depan sedang memikat kita dengan janji kemampuan yang tanpa batas. Karena itu, kita harus bertumbuh menjadi dewasa dalam pengenalan akan Tuhan, sehingga iman kita akan dibangkitkan. Seperti Daniel, yang memiliki ketetapan hati dan iman untuk tetap melakukan kebenaran di tengah budaya Babylon. Sebab metaverse bisa jadi seperti pisau yang berguna, tetapi juga bisa membunuh. Kuncinya, kita harus terus melekat kepada Tuhan.