Seseorang bertemu dengan Tuhan. Orang ini bertanya, “Dalam standar Tuhan, satu hari bagi Tuhan, berapa lama dalam waktu manusia?” Tuhan menjawab. “Satu hari-Ku sama dengan seribu tahun manusia.” Orang ini bertanya lagi, “Tuhan, Engkau adalah pribadi yang Maha kaya, pemilik langit dan bumi, jadi 1 rupiah-Mu, berapa rupiah mata uang manusia?” Tuhan menjawab, “Satu rupiah-Ku sama dengan seribu milyar dalam mata uang manusia.” “Kalau begitu, berikan saya 1 rupiah-Mu,” kata orang itu. Tuhan menjawab, “Baiklah, anak-Ku, tunggulah satu hari.”
Cerita di atas berbicara tentang kesempatan (waktu). Waktu tidak dapat dilawan oleh siapa pun. Tidak ada yang bisa menghentikan atau mempercepat waktu. Waktu yang sudah lewat tidak bisa terulang lagi.
Belajar dari raja Yosia (II Tawarikh 34: 1-7)
- Fase awal menjadi raja (ay. 1-3)
Berusia 8 tahun saat menjadi raja, dia hidup benar di hadapan Tuhan (ay. 1-2). Bila kita baca sejarah keluarga Yosia, kita tahu bahwa ayahnya, raja Amon, dan kakeknya, raja Manasye, merupakan penyembah berhala dan melakukan hal yang jahat di hadapan Tuhan. Kerajaan Yehuda pada saat itu sangat kacau karena dipimpin oleh raja-raja yang menyembah berhala. Namun, Yosia bisa mengambil kesempatan untuk mengadakan perubahan dengan hidupnya. Angka 8 (ay. 1, 3) merupakan simbol permulaan yang baru (band. Kejadian 17: 12; Imamat 14: 10, 23).
Dalam terjemahan sehari-hari, ayat di atas tertulis Yosia melakukan hal yang menyenangkan hati Tuhan, mengikuti teladan Daud, leluhurnya; dan menaati seluruh hukum Tuhan dengan sepenuhnya. Raja Yosia mengambil fase awal sebagai kesempatan dengan melakukan hal yang baik dengan tepat. Yosia menaati perintah Tuhan seluruhnya, tanpa pilih-pilih. Biarlah kita juga belajar melakukan perubahan dengan menaati perintah Tuhan secara menyeluruh.
- Fase persiapan (ay. 3a)
Angka 8 muncul kembali, artinya Tuhan punya pesan khusus bahwa Tuhan sedang melakukan perubahan yang baru. Kalimat “Yosia mencari Tuhan,” adalah bentuk idiom dalam konsep Ibrani. Ada dua arti dari kalimat tersebut, yaitu menyelidiki hukum Tuhan untuk menemukan petunjuk, dan memohon pengampunan dan perkenanan Tuhan.
Namun, pernahkah kita terpikir siapa yang memberi pengertian tentang kebenaran kepada Yosia? Apalagi ayah dan kakeknya merupakan penyembah berhala. Bila kita teliti, kita akan menemukan bahwa yang mengajari Yosia kebenaran adalah nabi Yeremia (Yeremia 1: 1-2). Saat Yosia menyelidiki Torah Tuhan, dia juga mengoreksi diri. Sehingga, saat menemukan kesalahan dan pelanggaran, dia memohon pengampunan untuk perkenanan Tuhan. Sebab perkenanan Tuhan dapat membawa suatu perubahan.
Yosia mengambil keputusan yang tepat di fase persiapan ini sebab dia mencari Elohim, nenek moyangnya. Bahkan Yosia harus melawan arus budaya penyembahan berhala yang sudah puluhan tahun. Di tempat ini, Tuhan bukakan kebenaran Torah-Nya (firman-Nya), kita pun harus mengambil sikap yang sama seperti Yosia, yaitu harus belajar hukum-hukum Tuhan (Torah firman Tuhan) baik secara pribadi maupun komunitas sesama orang percaya. Karena itu, pakailah kesempatan untuk belajar firman Tuhan supaya kita tidak diombang-ambingkan dengan pengajaran yang menyesatkan.
- Fase Pemulihan (ay. 3b, 4-5)
Selama 4 tahun Yosia belajar menyelidiki hukum-hukum Tuhan (Torah firman Tuhan). Ayat ini juga memunculkan angka, yaitu duabelas. Artinya, melambangkan kelengkapan atau otoritas (12 suku Israel, 12 murid Tuhan Yeshua, 12 batu mulia di jubah imam besar). Yosia menahirkan/ menyucikan Yehuda dan Yerusalem.
Pentahiran dalam konsep Yahudi sangat penting. Sebab tanpa pentahiran, mereka tidak dapat melakukan ibadah. Salah satu bentuk ketidaktahiran adalah terlibat dalam penyembahan berhala. Kita sebagai orang percaya juga harus berani berbeda. Tidak terbawa atau hanyut dengan arus lingkungannnya. Kita harus menahirkan dan menguduskan hidup kita dari hal-hal dunia yang dapat mencemarkan jiwa dan roh kita.
Yosia menghancurkan mezbah-mezbah dan patung-patung untuk penyembahan berhala, termasuk membakar dan menghancurkan tulang-tulang para imam (ay. 5). Tulang para imam (penyembahan berhala) oleh orang-orang pada zaman Yosia dipakai untuk penyembahan berhala. Jadi, Yosia menuntaskan secara keseluruhan hal yang menjadi sarana untuk penyembahan berhala.
- Fase penyatuan (ay. 6-7)
Yosia tidak hanya melakukannya di wilayah kerajaannya saja, tetapi di seluruh Israel. Sebab dia ingin orang Yehuda dan Israel bisa bersama-sama menyembah kepada Tuhan yang benar.
- Fase warisan (II Raja-raja 23: 25)
Kesempatan yang diambil oleh Yosia dan melakukan perubahan secara menyeluruh membuat hidupnya berkenan di hadapan Tuhan. Yosia sedang meninggalkan warisan untuk generasi berikutnya.
Kesimpulan
Karena itu, mari kita memakai tiap kesempatan yang Tuhan berikan dalam hidup kita untuk melakukan perubahan, seperti yang dilakukan oleh Yosia. Sehingga, pada akhir hidupnya dia memberikan warisan sebagai raja yang hidupnya berkenan dan takut akan Elohim. Jadi, pikirkanlah warisan apa yang akan kita tinggalkan untuk generasi berikutnya? Pilihan ada di tangan kita. Ambil kesempatan untuk melakukan perubahan.