Banyak konsep yang Tuhan Yeshua ajarkan yang tertulis dalam Kitab Suci dipahami berbeda oleh kekristenan sehingga menimbulkan kurang akurat dalam melakukan firman-Nya. Contohnya, istilah murid dalam budaya Ibrani dengan yang kita pahami berbeda. Perintah Tuhan untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya bukan sekadar mencari sebanyak orang seperti marketing, melainkan mengajar mereka sampai mereka menjadi seperti Tuhan Yeshua (termasuk gaya hidup Tuhan Yeshua). Karena itu, kita perlu memahami dengan tepat apa yang tertulis dalam firman Tuhan dengan sudut pandang Ibrani.
Keluaran 18: 1-12
Kisah tentang Yitro, mertua Musa, yang dijadikan salah satu Torah Parshah. Yitro bukanlah orang Israel, melainkan imam bangsa Midian. Sebelum kedatangan Yitro, bangsa Israel menghadapi peperangan dengan bangsa Amalek (kita pernah belajar “Spirit of Amalek,” yaitu saat kebenaran disampaikan, tetapi seseorang tidak bergeming atau tidak menanggapi).
Berbanding terbalik dengan Yitro. Seorang dari bangsa lain, punya jabatan, dan kaya (memiliki ternak). Namun, Yitro bisa melihat dan mengakui kebenaran tentang TUHAN yang disembah oleh bangsa Israel (ay. 11) (dalam Midrash diceritakan bahwa Yitro kehilangan hak istimewanya di bangsa Midian sebab mengakui Tuhan yang benar).
Humility (Keluaran 18: 13-24)
Musa ditulis dalam Kitab Suci sebagai orang yang rendah hati. Kerendahan hati bukan tentang “merendah-rendahkan diri”. Misalnya, Tuhan karuniakan bakat tertentu dan kesempatan, tetapi tidak mau dengan alasan “tidak mampu” atau “tidak merasa layak”. Lalu, seperti apa ciri rendah hati?
- Seperti Yitro
Saat mendengar tentang kebenaran Tuhan, dia bersukacita dan mengikuti kebenaran itu meskipun harus kehilangan banyak hal. Dia menaruh kebenaran Tuhan dan kerajaan Surga di atas kepentingan hidupnya. Dia tidak mempertahankan apa yang dia tahu, seperti yang Tuhan Yeshua ajarkan (bnd. Lukas 18: 9-14).
Tuhan Yeshua mengajarkan tentang perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai kepada “mereka yang menganggap diri benar” (CJB: orang yang bersandar pada kebenarannya sendiri). Jadi, saat kebenaran firman Tuhan yang kita dengar menunjukkan “kotoran di wajah kita”, apakah kita mau mengakuinya? Itulah kerendahan hati yang sesungguhnya.
- Seperti Musa
Saat mendengar nasihat Yitro, Musa melakukan apa yang dikatakan Yitro. Musa menghargai masukan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Musa tidak merasa sudah tahu atau paling tahu.
Kesimpulan
Karena itu, kita harus menaruh kepentingan Surga di atas kepentingan pribadi. Lalu, belajarlah menaruh kepentingan orang banyak di atas keegoisan kita. Itulah makna menerapkan kerendahan hati.