Tahun ini kita mendapat visi dari Tuhan tentang “Reconcile And Restored.” Luarbiasanya, kita mengawali tahun ini dengan bersekutu di hari Sabat. Memang semua hari itu baik, tetapi tidak tiap hari adalah Sabat. Sebab ada maksud ilahi ketika Tuhan memerintahkan untuk menguduskan hari Sabat.
Melalui tema ini, Tuhan ingin mengajarkan kita tentang cara menjalani hidup yang berdamai (reconcile/ diperdamaikan) dengan Tuhan. Peristiwa rekonsiliasi pertama antara Tuhan Yeshua dan manusia terjadi di gunung Sinai. Bapa Pencipta dengan bangsa Israel (umat yang dipilih oleh Tuhan). Peristiwa yang terjadi di Sinai juga membawa pemulihan (restorasi) identitas suatu bangsa pilihan Tuhan, yang sebelumnya adalah budak di Mesir, tetapi di Sinai, mereka ditetapkan menjadi imamat yang rajani (kingdom of priest). Karena itu, sebelum pemulihan (restored) terjadi, harus diperdamaikan (reconcile) dulu dengan Tuhan.
Rekonsiliasi bangsa Israel (Keluaran 1: 13)
Bila kita menyelidiki kisah ini dengan latar belakang budaya Yahudi, diceritakan bahwa awalnya Firaun tidak langsung memisahkan antara orang Mesir dan orang Israel. Dia juga tidak langsung memberikan kerja yang berat. Namun, awalnya Firaun menawarkan kemuliaan, status, kekuasaan, dan harta yang banyak, bila mereka (bangsa Israel) mau bekerjasama dengan orang Mesir. Sampai akhirnya, tanpa disadari mereka diperbudak.
Versi teks asli berbahasa Ibrani (Keluaran 1: 13), “Maka bangsa Mesir memperbudak anak-anak Israel dengan back breaking labor (befarekh).” Penjelasan makna befarekh, dalam Sotah 11b, “Bangsa Mesir akan menukar tanggung jawab dari pria dengan wanita, yang membutuhkan semua orang kepada pekerjaan yang tidak biasa dilakukan, maka itu akan mematahkan semangat.” Contohnya, pekerja mengangkat batu dilakukan oleh para wanita, sedangkan para pria menganyam.
Pendapat Lubavitcher Rebbe menjelaskan, “rutinitas mereka diganti dan membuat mereka tidak nyaman baik pria maupun wanita, mereka merasa tidak cocok melakukan pekerjaan itu, sehingga mematahkan semangat/ mental/ moral mereka.” Intinya mereka harus melakukan pekerjaan yang melawan sifat alaminya.
Namun, Tuhan memakai hal ini untuk rekonsiliasi. Kita tahu bahwa bangsa Mesir dengan berbagai cara ingin menghilangkan identitas bangsa Israel sebagai bangsa pilihan. Mereka membunuh bayi laki-laki, tetapi membiarkan anak perempuan tetap hidup supaya mereka menikah dengan bangsa Mesir, sehingga mereka lupa akan identitasnya yang sejati. Tuhan pun melakukan hal yang sama dengan memberi perintah melalui Musa supaya bangsa Israel dapat mengembalikan mereka dari sifat alami Mesir menjadi sifat bangsa pilihan yang Tuhan sudah rancangkan. Karena itu, bangsa Israel harus melawan sifat alami Mesir yang sudah menguasai hidupnya (contohnya, saat Tuhan memberi manna, mereka bersungut-sungut).
Aplikasi dalam kehidupan kita
Ketika seseorang terpengaruh dengan sifat alami “Mesir” (hal-hal duniawi) yang akhirnya membentuk sifat alami “Mesir” dalam dirinya, sehingga bila kita ingin mengalami rekonsiliasi dan pemulihan, kita harus melawan dan menyingkirkan sifat-sifat “Mesir” dari hidup kita. Caranya? Dengan kembali kepada ketetapan dan petunjuk yang Tuhan berikan, yaitu Torah firman Tuhan.
Awalnya, mungkin kita tidak nyaman saat menyesuaikan hidup sesuai Torah firman Tuhan. Pasti berat dan rasanya tidak mungkin, tetapi tetaplah melakukannya. Jalani proses untuk kembali ke sifat alami surgawi kita. Contohnya, beribadah saat Sabat, murah hati, makanan yang sesuai Imamat 11, menyelidiki firman Tuhan, dan sebagainya. Memang berat, tetapi kita sedang berada dalam proses pemulihan yang sesuai dengan rancangan Tuhan, sehingga kita akan mengalami rekonsiliasi dengan Tuhan. Sebab tujuan Tuhan ingin memulihkan identitas sejati kita.
Bila kita teliti kisah perbudakan bangsa Israel, ternyata ada satu suku yang tidak mengalami perbudakan ini. Mereka tidak hidup dalam tekanan diperbudak oleh pekerjaan yang disiapkan oleh bangsa Mesir. Artinya, sejak awal mereka tidak tertarik dengan “tawaran-tawaran” Mesir, sehingga hidup mereka tidak diperbudak olehnya. Mereka adalah suku Lewi (termasuk Musa dan Harun berasal dari suku Lewi). Tidak tertulis secara jelas, tetapi Rashi berpendapat bahwa seorang budak tidak bisa keluar masuk ke Mesir, sedangkan Musa dan Harun saat itu bisa keluar dan masuk Mesir bahkan ke dalam istana Firaun (band. Keluaran 5: 4).
Belajar dari gambaran suku Lewi, kita juga harus hidup sesuai ketetapan dan petunjuk Tuhan yang bisa kita pelajari di dalam Torah Firman Tuhan. Salah satu literatur Ibrani (Pirkei Avot 3: 5, “Siapa pun yang mengambil beban untuk belajar Torah firman Tuhan, maka dia akan dibebaskan dari beban untuk mencari penghidupan dan beban dari hal-hal duniawi.” Lubavitcher Rebbe menjelaskan, “Mungkin kita masih harus bekerja, tetapi pekerjaan itu tidak akan menjadi beban. Sebab pekerjaan kita akan diberkati dengan petunjuk dan pertolongan dari Tuhan, sehingga pekerjaan itu tidak akan mengkhawatirkan kita. Karena itu, kita harus mengambil beban untuk belajar dan melakukan Torah firman Tuhan” (seperti beban/ kuk yang Tuhan Yeshua berikan, Matius 11: 29-30; 2 Timotius 2: 4).
Kesimpulan
Tuhan sedang membawa kita menjadi umat yang dewasa secara rohani. Karena itu, kita perlu meneliti Torah firman Tuhan dengan tepat (contohnya, menggunakan penanggalan Yahudi saat mencari moedim yang Tuhan tetapkan, seperti Paskah, Shavuot, Sukkot, atau Hanukkah). Menjadi dewasa rohani artinya kita melakukan apa yang Guru (Tuhan Yeshua) sudah lakukan selama hidup-Nya di dunia. Karena itu, patahkan sifat alami duniawi kita, sehingga itu tidak akan mematahkan sifat alami surgawi kita.