COVENANT of SALT

Segala persembahan khusus, yakni persembahan kudus yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN, Aku berikan kepadamu dan kepada anak-anakmu laki-laki dan perempuan bersama-sama dengan engkau; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya; itulah suatu perjanjian garam untuk selama-lamanya di hadapan TUHAN bagimu serta bagi keturunanmu.”

(Bilangan 18:19)

Tidakkah kamu tahu, bahwa YHWH Tuhan Israel telah memberikan kuasa kerajaan atas Israel kepada Daud dan anak-anaknya untuk selama-lamanya dengan suatu perjanjian garam?

(2 Tawarikh 13:5)

Dari dua ayat di atas, kita bisa melihat bahwa TUHAN memakai Perjanjian Garam untuk mengikat sebuah perjanjian untuk Imam dan Raja. Karena hal tersebut, ada banyak penafsiran mengenai arti dari “Perjanjian Garam” yang diadakan Tuhan ini, bahkan tidak sedikit orang kristen yang menafsirkannya tanpa melihat konteks sebenarnya yang ada dibalik keadaan sesungguhnya di tengah-tengah bangsa Israel di waktu tersebut. Tidak hanya satu atau dua versi dari penafsiran yang pada akhirnya berujung pada dihubungkannya kesuksesan secara materi dan kekayaan yang berlimpah. Apabila kita mengerti maksud sesungguhnya dari Perjanjian Garam ini, sebenarnya tidaklah demikian, dan tidak ada hubungannya dengan memperoleh kekayaan yang berlimpah di dunia.

Jadi apa arti sesungguhnya dari Perjanjian Garam? Mengapa sampai dipakai untuk mengikat perjanjian untuk Raja dan Imam? Apa yang membuat perjanjian garam ini menjadi relevan di hidup kita?

Pertama, kita akan melihat tentang fungsi garam sesungguhnya yang sesuai dengan konteks zaman tersebut, sesuai dengan yang dikatakan dalam Matius 5:13, kita bisa sedikit membayangkan bagaimana garam digunakan di zaman tersebut, garam memang bisa berfungsi untuk memberi rasa, tetapi apa hubungannya dengan perjanjian Raja dan Imam? Sangat sulit untuk dihubungkan. Ternyata, selain untuk memberi rasa, seseorang juga menggunakannya untuk mengawetkan makanan. Karena di zaman dahulu belum ditemukan teknologi kulkas atau freezer, maka di zaman tersebut proses pengawetan makanan akan menggunakan garam. Jadi salah satu fungsi dari garam adalah untuk mempertahankan keawetan makanan sesuai dengan kondisi awalnya, dan fungsi ini lebih relevan untuk dihubungkan dengan Perjanjian untuk Raja dan Imam.

Imamat 2:11-16, “Suatu korban sajian yang kamu persembahkan kepada TUHAN janganlah diolah beragi, karena dari ragi atau dari madu tidak boleh kamu membakar sesuatupun sebagai korban api-apian bagi TUHAN. Tetapi sebagai persembahan dari hasil pertama boleh kamu mempersembahkannya kepada TUHAN, hanya janganlah dibawa ke atas mezbah menjadi bau yang menyenangkan. Dan tiap-tiap persembahanmu yang berupa korban sajian haruslah kaububuhi garam, janganlah kaulalaikan garam perjanjian Tuhanmu dari korban sajianmu; beserta segala persembahanmu haruslah kaupersembahkan garam. Jikalau engkau hendak mempersembahkan korban sajian dari hulu hasil kepada TUHAN, haruslah engkau mempersembahkan bulir gandum yang dipanggang di atas api, emping gandum baru, sebagai korban sajian dari hulu hasil gandummu. Haruslah kaububuh minyak dan kautaruh kemenyan ke atasnya; itulah korban sajian. Haruslah imam membakar sebagai ingat-ingatannya, sebagian dari emping gandumnya dan minyaknya beserta seluruh kemenyannya sebagai korban api-apian bagi TUHAN.”

Kita tahu bahwa Tuhan Yeshua memakai istilah “ragi” untuk menggambarkan penyelewengan ajaran orang farisi, kemunafikan mereka, bahkan bisa dikatakan dosa (karena ada banyak ayat-ayat yang menunjukkan kemunafikan mereka dengan “lawlessness”, kondisi tanpa Torah Tuhan, dan kejahatan, seperti salah satunya tertulis dalam Matius 23:28). Dan apabila kita telusuri juga mengapa di kutipan teks imamat di atas, Tuhan juga memerintahkan untuk menghindari madu juga? Ternyata di zaman tersebut “madu” akan dihubungkan dengan kesenangan dunia dan sebagian besar dari persembahan yang ditujukan kepada dewa-dewa lain memakai madu sebagai salah satu unsur yang ada di dalam persembahan mereka. Dan setelah itu Tuhan memerintahkan untuk membubuhkan garam pada setiap persembahan yang ditujukan kepada Tuhan. Jadi, apa hubungannya antara ragi, madu, dan garam ini? Apa yang Tuhan ingin sampaikan?

Bila kita lihat garam adalah untuk melambangkan sesuatu yang berlaku untuk selamanya, tidak lekang waktu, dan untuk mempertahankan kondisi awal sesuatu yang diawetkannya. Kemudian kita juga melihat bahwa hal ini dihubungkan dengan perjanjian Tuhan untuk Imam dan Raja yang juga bersifat kekal dan tetap. Jadi apa yang sebenarnya Tuhan maksudkan dalam Matius 5:13, Markus 9:50, Lukas 14:33-35, untuk hidup kita? Apa yang Tuhan mau supaya kita pertahankan dalam hidup kita supaya “rasa asin” itu tidak hilang? Kita bisa melihatnya dari struktur tulisan Matius. Dalam Matius 5:13 ditulis tentang garam dunia, ayat 14-16 ditulis mengenai terang dunia, dan apabila kita melihat ayat 17 sampai terakhir, maka kita bisa melihat pandangan Tuhan Yeshua terhadap Torah, bagaimana Tuhan Yeshua membangun “pagar”, untuk ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Torah. Jadi bukan tidak mungkin bahwa yang Tuhan Yeshua maksud supaya kita menjadi seperti garam, dan jangan sampai kita kehilangan “saltness” atau rasa asin adalah, kita harus mempertahankan “original state” atau keadaan asli dari esensi pengajaran Tuhan Yeshua, tanpa intervensi dari dunia, tanpa adanya campuran-campuran ragi, dan tanpa adanya unsur-unsur dari ilah lain. Dan esensi dasar inilah yang kita ikuti, jalani, dan hidupi.